A. Pengertian dan tujuan Sesorah
Sesorah atau pidato artinya berbicara, mengungkapkan
gagasan didepan orang banyak secara lisan dengan teknik tertentu. Pidato
dikatakan berhasil jika mampu mempengaruhi, membujuk atau mengubah suasana hati
orang yang mendengarkannya. Dengan demikian, pidato menjadi sarana yang sangat
penting untuk mencapai berbagai tujuan, terutama dalam hidup bermasyarakat.
Sesorah
dalam tradisi jawa menurut tujuannya dapat dibedakan sebagai berikut :
- Atur pambagyaharjo, yaitu sesorah untuk menyambut kedatangan tamu atau atur sugeng rawuh kepada tamu oleh pemilik rumah atau panitia.
- Atur pawartos, yaitu sesorah untuk menyampaikan informasi mengenai berbagai hal. Contohnya antara lain sesorah dalam rapat-rapat, promosi barang dan sebagainya.
- Tanggap sabda, yaitu sesorah untuk menanggapi atur pambagyaharjo ( ucapan selamat datang) yang disampaikan oleh tuan rumah. Biasanya sesorah jenis ini dilakukan oleh wakil para tamu.
- Atur panglipur, yaitu pidato yang isinya memberi dukungan dan penguatan terhadap orang yang sedang menderita kesusahan. Contohnya antara lain sesorah dalam acara lelayu atau dihadapan orang-orang yang sedang mengalami musibah
- Pengajak, yaitu sesorah yang isinya ajakan atau bujukan kepada pendengar agar mengikuti atau melakukan sesuatu. Contohnya seperti sesorah dalam penyuluhan-penyuluhan.
- Medhar sabda atau ular-ular, yaitu sesorah yang isinya menyampaikan pitutur luhur (nasihat) atau menyampaikan ilmu bermanfaat.
- Dapat juga beberapa tujuan diatas tercakup dalam satu sesorah.
B. Lima Hal Penting dalam Sesorah
Ketika sesorah, perlu juga diperhatikan hal-hal yang bisa
menumbuhkan perhatian para hadirin, yakni empat wa satu ba. Melalui kelimany,
para pendengar pasti akan tertarik dan dengan setia menyimak apa yang
disampaikan oleh pembicara.
1. Wicara/basa
a. Pelafalan
Bahasa yang dipilih harus sesuai dengan orang yang
dihadapi, jenis acara, serta situasi dan kondisi. Bahasa harus mudah diterima
oleh pendengar, sederhana tetapi tetap indah, dan sesuai kaidah. Karena itu
akan tercipta untaian kalimat yang keluar secara selaras dan benar.
Selain itu, pengucapan vokal harus jelas dan tepat. Dalam
pidato dengan bahasa jawa, harus benar-benar dibedakan pengucapan kata yang
menggunakan huruf da (lidah berada pada gigi depan) dengan dha (lidah berada
pada langit-langit, seperti pengucapan huruh “d” dengan aksara latin), dan ta
(lidah berada pada gigi depan, seperti pengucapan huruf “t” dalam aksara latin)
dengan tha. Jika salah mengucap,akan mengubah arti.
Contoh :
Padha
|
Berbeda dengan
|
pada
|
Dhudhuh
|
Berbeda dengan
|
Duduh
|
Thuthuk
|
Berbeda dengan
|
Tutuk
|
Thuthul
|
Berbeda dengan
|
tutul
|
b. Ungguh-ungguh basa
Ungguh-ungguh basa adalah penggunaaan bahasa jawa secara
benar dan tepat. Dalam bahasa jawa dikenal dengan adanya undha-usuk basa atau
tingkatan penuturan. Oleh sebab itu, sesorang pranatacara atau pamedhar sabda
harus bisa menerapkan unggah-ungguh dan memilih tingkatan bahasa yang tepat
dalam berbicara, jangan sampai salah penempatannya.
Sebenaranya bahasa jawa mempunyai tingkat tutur banyak
sekali yang kadang kala membuat orang kesulitan memahami. Namun, untuk
memudahkan pelajaran bahasa jawa, tingkat tutur bahasa jawa dikembangkan, dalam
arti lebih diringkaskan penjabarannya.
Berikut adalah sebagian jenis tingkat tutur bahasa jawa
yang perlu diketahui oleh seseorang pranatacara atau pamedhar sabda.
A. Ngoko
Tingkat tutur ngoko adalah tingkatan rendah. Bahasa ngoko
digunakan untuk percakapan sehari-hari yang sifatnya akrab atau untuk ngudarasa
(berbicara dengan diri sendiri). Bahasa ngoko dibagai menjadi dua tingkat,
yakni :
- Ngoko lugu
Basa ngkok lugu adalah kalimat yang seluruh kata-katanya
ngoko, tanpa ada campuran kata-kata krama sama sekali.
Contoh : “ Biyen mung mangkat sekolah yen bareng, e saiki
dadi apa-apa bareng. Amarga pancen wis jodhone, apap dadi duweke wong loro”
- Ngoko alus
Kalimat yang kata-katanya ngoko tetapi tercampur
kata-kata krama inggil atau andhap, sesuai dengan keadaan.
Contoh :
“Bapake pinanganten sarimbit kuwi kanca sakantor,
wiwitane ngendika biasa, la kok suwe-suwe padha mantep ngersakake njodhokake
putrane. “
B. Krama
- Krama lugu
Kalimat kram lugu adalah kalimat yang seluruh
kata-katanya krama lugu tanpa ada campuran kata kreama inggil ataupun krama
andhap.
Contoh :
“Kula wau mriki numpak sepeda montor. Wonten margi kula
kepanggih tiyang ingkang mesam-mesem. Kula kinten tepang kaliyan kula, nanging
jebul tiyang ewah. “
- Krama madya
Kalimat krama madya wujud kalimatnya seperti krama lugu
dan krama alus, tetapi didalamnya terdapat kata-kata krama madya. Kalimat ini
bisa dibilang setengah sopan dan setengah tidak sopan. Sopan dan tidaknya
ditentukan oleh ketepatan penggunakan berdasarkan situasi dan kondisi. Perlu diingat
bahwa kalimat krama madya ini tidak sopan jika digunakan sebagai kalimat
pranatacara maupun pamedhar sabda sehingga sebisa mungkin dihindari.
Contoh :
“Kula ajeng ngadeg ing mriki, ajeng ngaturaken sekar
pangkur. Sekar niki damelan kula piyambak lan seg wau kula tulis, dados nyuwun
pamengku mawon menawi sekar niki kirang sae. Pripun, kapareng ta?”
- Krama Alus
Kalimat krama alus adalah kalimat yang kata-katanya krama
dan didalamnya terdapat kata-kata krama
inggil. Kalimat ini merupakan kalimat dengan tingkat tutur tinggi
sehingga enak dan menyenangkan didengar, tetapi harus hati-hati jangan sampai
salah menempatkan kata. Jangan sampai kata-kata krama inggil diterapkan untuk
dirinya sendiri.
Bagi orang yang tidak terbiasa menggunakan bahasa krama
alus maupun bagi yang telah terbiasa pun, seringkali terjebak pada penggunakan
kata-kata krama inggil ini. Maksud hati ingin memperhalus bahasa tetapi justru
menuai cemooh. Penggunakan kata krama inggil ini sangat sensitif dan sangat
menyentuh rasa orang jawa jika salah penempatannya. Sayangnya, pada masa
sekarang, banyak orang yang sudah tidak menyadari kekeliruan ini karena merasa bangga
telah bisa berbahasa jawa dengan halus.
Contoh benar :
“Kula nyuwun agunging pangapunten, menawi kathah
kalepatan anggen kula matur sarta pinanggih bab-bab ingkang boten mranani
penggalih panjenengan sedaya. Saestu kula ngantu-antu paringipun pangaksami
Contoh Salah :
“Kula kumawantun jumeneng ing papan menika awit kasuwun
panjenenganipun Bapak_____ supados ngaturaken bab-bab ingkang sampun karembag
ing wekdal kawuri. “
Seharusnya :
“Kula kumawantun ngadeg ing papan menika awit kadhawuhan
panjenenganipun Bapak_____ supados ngaturaken bab-bab ingkang sampun karembag
ing wekdal kawuri.
- Krama inggil
Kalimat krama inggil adalah kalimat seperti kalimat krama
alus tetapi terdapat kata-kata khusus untuk penghormatan bagi orang yang
dianggap sangat terhormat dan berasal dari keluarga kraton.
Sekian :)
penjelasanya kok pake bhs indo? mbok share penjelasan ini pake bahasa jawa na mas
ReplyDeleteitu lima hal penting kok cuma ada wicara saja? yang empat lainnya mana?
ReplyDelete